Rabu, 01 April 2009

MEYAKINI ALLAH SEDANG MELIHAT KITA

Dalam hidup ini kita harus menetapkan batasan terendah sebagai seorang mukmin, yaitu “meyakini Allah sedang melihat kita” karena bila kita masih berada dibawah batasan ini, berarti kita termasuk golongan yang lalai. Kita semua mengetahui bahwa Allah SWT : Al-Bashir (Maha Melihat) dan Al-Syahid (Maha menyaksikan).

Meyakini Allah sedang melihat kita, disebut juga dengan kesadaran muraqabah, Pengertian muraqabah adalah : menerapkan kesadaran bahwa Allah selalu melihat dan mengawasi kita dalam segala keadaan. Bahwa Allah selalu mengetahui apa yang kita rasakan, ucapkan dan kita perbuat.

Bila kita tidak bisa menerapkan keyakinan bahwa Allah sedang melihat kita, (muraqabah), maka kita akan menjadi hamba yang lupa akan pengawasan Allah, karena kita mengira bahwa Allah tidak mengetahui apa yang kita kerjakan. Sehingga ada dari kita yang sering berdusta/berbohong, hingga berbohong menjadi suatu hal yang sudah biasa dilakukan dan yang terparah bahkan tidak ada rasa canggung dan tidak merasa berdosa bila telah melakukan suatu kebohongan baik untuk hal kecil maupun besar, Dan pada umumnya, orang yang telah berbohong/berdusta, akan cenderung melakukannya lagi, lagi, dan lagi.

Mereka yang berbohong/berdusta/mengatakan sesuatu yang tidak benar, biasanya malu untuk mengakuinya, karena gengsi, memikirkan takut apa penilaian orang padanya bila mengetahui kebohongannya dan takut nama baiknya tercemar. Walaupun sebenarnya dia sadar bahwa kebohongan/ dusta yang dikatakannya itu, kadang telah membawa kesulitan bagi orang lain serta merugikan orang lain. Terutama apabila kebohongannya itu lebih menjurus kepada sebuah fitnah, misalnya dengan mengatakan kebohongan, menuduh seseorang melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya. Ini tingkat kebohongan yang sudah parah, karena kebohongan yang seperti ini sama saja dengan fitnah, dan fitnah itu bisa jadi senjata yang sangat menghancurkan.

Mungkin bagi yang melakukan kebohongan/dusta, baik yang kecil atau besar, lupa bahwa ada Allah yang Maha Menyaksikan segalanya, seperti tertulis dalam firman-Nya: “kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari penyaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Fushshilat : 22)

Allah menciptakan telinga, mata dan kulit yang selalu menyertai kita untuk mengawasi semua gerak-gerik kita dimana pun kita berada. Sadarilah, bahwa anggota tubuh kita itu akan melaporkan semua aktivitas kita kepada Allah pada hari penyaksian nanti. Sebagaimana tertulis dalam firman-Nya : “sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa telah mereka kerjakan” (Q.S. Fushshilat : 20).

Mengutip buku Ketika Allah Berbahagia, dr Abu Syadi khalid : Diceritakan oleh sahabat Anas bin Malik ra, sebagai berikut : suatu hari kami duduk bersama-sama Rasulullah saw, kami lihat Beliau tertawa, kemudian Beliau bertanya kepada kami, tahukah kalian apa yang menyebabkanku tertawa ? Kami menjawab, Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. Rasul berkata, saya tertawa karena dialog seorang hamba dengan Tuhannya (di hari pembalasan).

Hamba itu berkata : wahai Tuhan, tidakkah Engkau akan menyelamatkanku dari kezaliman ? Tuhan menjawab, Ya. Kemudian hamba itu berkata, saya tidak akan menerima tuduhan atasku kecuali dengan bedasarkan saksi. Tuhan menjawab : Cukup dirimu sendiri dan malaikat pencatat amal yang akan menjadi saksi. Setelah itu mulut hamba tersebut ditutup dan Tuhan mulai menanyai anggota tubuh hamba tersebut. “Berkatalah”, maka anggota-anggota tubuh itu mengisahkan semua amal perbuatan hamba tersebut. Kemudian mulut hamba tersebut diperkenankan untuk berbicara kembali, maka (sambil marah) mulut itu berkata kepada anggota-anggota badan yang lain, kalian adalah penghianat dan akan binasa, dulu didunia aku telah membela kalian.

Jadi, bila ada dari kita yang kadang masih suka berbohong/berdusta, baik dalam hal kecil maupun besar, sebaiknya segeralah bertaubat, dan mulai menerapkan batasan terendah sebagai seorang muslim, agar kita tidak menjadi hamba Allah yang lalai. Dan cobalah untuk mengucapkan tiga kata-kata berikut ini, disertai dengan pemahaman yang mendalam : Allahu Ma’ii (Allah bersamaku) Allahu Nazhirii (Allah melihatku) Allahu Syaahidii (Allah Menyaksikanku).

Cobalah baca wirid itu berulang-ulang, Insya Allah kita bisa merasakan kehadiran dan pengawasan Allah, serta benar-benar merasakan Allah melihat segala apa yang kita kerjakan, seperti yang tertuilis dalam firman-Nya di surah Al Hadid ayat 4 :
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari; Kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy . Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya . Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Hadid 4)

(Dewi Yana)

KELAPANGAN DAN KESEMPITAN

Dalam kehidupan ini, terkadang Allah SWT melapangkan dan menyempitkan urusan kita, sebenarnya Allah melapangkan kita, supaya kita tidak selalu dalam berada dalam kesempitan dan Allah menyempitkan kita supaya kita tidak hanyut dalam kelapangan. Allah SWT mengubah-ubah keadaan kita dari kelapangan pada kesempitan, sedih ke gembira, dari sehat ke sakit, dari kaya ke miskin, dari terang ke gelap, supaya kita mengerti bahwa kita tidak terbebas dari hukum ketentuan-Nya, dan supaya kita selalu berdiri diatas landasan LAA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH (tidak ada daya untuk mengelakkan sesuatu dan tidak ada kekuatan untuk melaksanakan sesuatu, kecuali dengan pertolongan Allah)

Mengutip Kitab Al Hikam, Ibn Atha Illah al-Sakandari, Abu Bakar Assiddiq ra berkata, ”kami diuji dengan kesukaran, maka kami tahan, sabar, tetapi ketika diuji dengan kesenangan atau kelapangan kami hampir tidak sabar atau tidak tahan” Karena itu bagi beberapa orang arif, jika merasa lapang lebih khawatir/takut daripada jika berada dalam kesempitan, karena didalam masa kelapangan, hawa nafsu dapat lebih berperan mengambil bagiannya sedangkan dalam masa sempit, hawa nafsu lebih sulit memperdaya.

Namun bagi sebagian orang, justru merasa nyaman-nyaman saja dengan ujian kelapangan yang diberikan Allah, dan kadang ada yang terhanyut dalam ujian kelapangan yang diberikan-Nya, hingga menomor duakan Allah atau bahkan yang terparah melupakan Allah, Sang Pemberi Nikmat dan Kelapangan. Setelah Allah mencabut ujian kelapangan dan menggantinya dengan ujian kesempitan, maka barulah orang itu sadar dan kembali mengingat Allah.

Tidak sedikit dari kita yang tidak mampu menghargai keberadaan Allah dikala senang, disaat lapang, dan baru kembali mengingat-Nya, mencari-Nya, mendekati-Nya, saat berada dalam kesulitan/kesempitan. Apabila kita tidak ingin, diingatkan oleh Allah melalui ujian kesempitan, ujian kesusahan, maka ingatlah Allah selagi kita berada dalam kelapangan dan kemudahan.

Tunaikanlah semua kewajiban kita dengan sebaik-baiknya, jangan sampai kita melupakan fitrah kita diciptakan-Nya, yaitu untuk mengabdi kepada-Nya, seperti tertulis dalam firman-Nya di surah Adz Dzariyat ayat 56 Allah swt berfirman : ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku/mengabdi kepada-Ku”
Mengutip Al Hikam, Ibn Athaillah al Sakandari, Wahb bin Munabbiih berkata, Allah swt berfirman : “Hai anak Adam, ta’atilah perintah-Ku dan jangan engkau beritahukan kepada-Ku apa yang menjadi hajat kebutuhan yang baik bagimu (yakni engkau jangan mengajari kepada-Ku apakah yang baik bagimu). Sesungguhnya Aku telah mengetahui kepentingan hamba-Ku. Aku memuliakan siapa yang patuh pada perintah-Ku dan menghina siapa yang meremehkan perintah-Ku. aku tidak menghiraukan kepentingan hamba-Ku sampai hamba-Ku memperhatikan hak-Ku (yakni memperhatikan kewajibannya terhadap Aku)”
Dengan memperhatikan Firman Allah tersebut diatas, sebaiknya kita meyakini, bahwa sebenarnya, hidup kita susah atau senang, sebenarnya itu sangat terkait dan tergantung pada seberapa besar keimanan kita kepada Allah dan pada seberapa besar kita menempatkan Allah dalam hati, sudahkah menjadi prioritas utama? Karena semua Firman Allah pasti benarnya. Kita ingin hidup kita berjalan mulus, rezeki lancar, dapat meraih cita-cita, tapi kita tidak mementingkan Allah dan mengabaikan Allah yang Maha Pemberi Segala.

Sebenarnya Allah swt, memberikan kita ujian kesulitan, kesempitan, itu untuk kebaikan kita sendiri, untuk menyadarkan kita dari kelalain jiwa dan ketahuilah Allah swt tidak pernah membuat hamba-Nya menderita, kita menderita karena ulah kita sendiri.

(Dewi Yana)

SIKAP DALAM MENGHADAPI MASALAH

Setiap manusia pasti pernah merasakan takut, kecemasan, kegelisahan, ketegangan, tidak tentram yang sering kita bilang sebagai stres. Sebenarnya yang terkena stres itu adalah suasana fisik, sedangkan secara kejiwaan disebut depresi. Semua ini karena ketidakmampuan kita dalam menghadapi masalah kehidupan ini dengan bijaksana.
Kita harus sadar bahwa hidup adalah sebagaimana yang kita alami, terkadang kita akan menghadapi hal-hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, atau kejadian-kejadian yang sesuai dengan perkiraaan kita maupun yang tidak kita sangka akan terjadi, hal ini sangat realistis, kita harus siap menghadapi kenyataan dengan hati lapang.
Coba perhatikan Firman Allah swt berikut ini : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan” (Q.S. Al Baqarah : 155) “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Inna lillahi wa innaa ilaihi raajiuun (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali). Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S. Al Baqarah : 157).

Kedua ayat tersebut diatas mengisyaratkan bahwa Allah swt memang sudah menetapkan bahwa kita semua pasti akan ditimpa oleh sesuatu yang membuat kita merasa takut, dan hal ini terjadi pada semua manusia. Semua tergantung kita sendiri bagaimana menghadapinya.

Kita harus siap menghadapi kenyataan apapun dalam hidup ibi, coba perhatikan firman Allah swt berikut ini : “tiada sesuatu bencana yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Luhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (Q.S. Al Hadiid : 22-23) Intinya, tidak akan menimpa sesuatu apapun kepada kita, melainkan apa yang telah Allah tetapkan terjadi pada kita.

Kunci agar dapat menerima semua kehendak Allah dengan hati yang lapang adalah dengan pasrah berserah diri kepada Allah dan selalu berprasangka baik kepada–Nya. Terlebih dahulu kita harus berusaha mengatasi kesulitan yang menimpa kita dengan segenap kemampuan yang ada, kemudian serahkan ketentuan hasilnya kepada Allah. Apapun hasil yang diperoleh dari usaha itu, yakinlah bahwa itu merupakan yang terbaik atau yang paling sesuai dengan kebutuhan kita saat ini, menurut yang Allah ketahui untuk kita, karena Allah Maha Tahu apa yang paling terbaik bagi tiap hamba-Nya.
Seharusnya kita ingat bahwa Allah tidak akan membebani seseorang melebihi kemampuannya, hal ini berarti, bila kita merasa tidak kuat menerima bala ujian/musibah-Nya, maka secara tidak langsung kita telah menuduh Allah itu sebagai pembohong. Ketahuilah dan yakinlah bahwa musibah yang diberikan Allah itu sesuai dengan kadar kemampuan si penerima, artinya si penerima musibah itu pasti mampu mengatasinya bila ia kuat iman, sabar dan rela.

Cobalah untuk ridho dengan segala ketentuan takdir-Nya. Bila kita mampu untuk ridho menerima ujian-Nya yang berupa nikmat hidup, tentunya harus bisa ridho juga menerima ujian-Nya yang berupa kehilangan nikmat hidup.

DEWI YANA

JALAN REZEKI

Alhamdulillah segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah mengkaruniakan petunjuk dan jalan bagi semua umat-Nya agar kita semua tidak berada dalam kegelapan, tidak berada dalam keraguan dalam usaha kita mencari penghidupan. Allah, melalui Rasul-Nya telah memberikan kita petunjuk jalan-jalan rezeki yang telah diatur dan dijelaskan dalam Al Quran dan as sunnah. Seandainya kita mau memahaminya, menyadarinya dan menggunakan jalan-jalan itu dengan baik, niscaya Allah Yang Maha Pemberi Rezeki dan Yang Memiliki Kekuatan akan memudahkannya mencapai jalan-jalan untuk mendapatkan rezeki dari setiap arah, serta akan dibukakan keberkahan dari langit dan bumi.

Memperhatikan beberapa firman Allah SWT, dan mengutip beberapa hadits-hadits, saya akan coba membahas, jalan rezeki, tersebut : (karena sangat banyak, tidak saya kutip semua, saya hanya ambil beberapa ayat dan hadits saja yang saya pikir cukup mewakili untuk bahan tulisan ini)

1. Jalan Taqwa Kepada Allah, Adalah Jalan Rezeki, Surah Ath Thalaq ayat 2 – 3 :
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Ath-Thalaq: 2-3).
Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan bahwa orang yang merealisasikan taqwa akan dibalas Allah dengan dua hal. Pertama, "Allah akan mengadakan jalan keluar baginya." Artinya, Allah akan menyelamatkannya dari setiap kesusahan dunia maupun akhirat. Kedua, "Allah akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." Artinya, Allah akan memberinya rezeki yang tak pernah ia harapkan dan angankan.

2. Di antara Jalan Rezeki lainnya adalah beribadah kepada Allah sepenuhnya.
Ada beberapa nash (teks) yang menunjukkan bahwa beribadah sepenuhnya kepada Allah termasuk di antara jalan rezeki. Beberapa nash tesebut di antaranya adalah :
Hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abu Hurairah, Nabi saw bersabda : Sesungguhnya Allah berfirman, “wahai anak Adam, beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku, niscaya Aku penuhi (hatimu yang ada) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan, niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Aku penuhi kebutuhanmu (kepada manusia)."

Nabi saw, dalam hadits tersebut menjelaskan, bahwasanya Allah menjanjikan kepada orang yang beribadah kepada-Nya sepenuhnya dengan dua hadiah, sebaliknya mengancam bagi yang tidak beribadah kepada-Nya sepenuhnya dengan dua siksa. Adapun dua hadiah itu adalah Allah mengisi hati orang yang beribadah kepada-Nya sepenuhnya dengan kekayaan serta memenuhi kebutuhannya. Sedangkan dua siksa itu adalah Allah memenuhi kedua tangan orang yang tidak beribadah kepada-Nya sepenuhnya dengan berbagai kesibukan, dan ia tidak mampu memenuhi kebutuhannya, sehingga ia tetap membutuhkan kepada manusia.

Dengan mengerjakan Shalat Dhuha, adalah termasuk jalan rezeki, Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat, maka dia tidak ditetapkan termasuk orang-orang yang lengah. Barangsiapa shalat empat rakaat, maka dia tetapkan termasuk orang-orang yang ahli ibadah. Barangsiapa mengerjakan enam rakaat maka akan diberikan kecukupan pada hari itu. Barangsiapa mengerjakan delapan rakaat, maka Allah menetapkannya termasuk orang-orang yang tunduk dan patuh. Dan barangsiapa mengerjakan shalat dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di Surga. Dan tidaklah satu hari dan tidak juga satu malam, melainkan Allah memiliki karunia yang dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya sebagai sedekah. Dan tidaklah Allah memberikan karunia kepada seseorang yang lebih baik daripada mengilhaminya untuk selalu ingat kepada-Nya" (Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani).

3. Di antara Jalan Rezeki lainnya adalah Jalan Berinfaq/sedekah.
Dalil lain adalah hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Nabi saw memberitahukan kepadanya, bahwa Allah SWT berfirman, 'Wahai anak Adam, berinfaklah, niscaya Aku berinfak (memberi rezeki) kepadaMu."
Mari kita semua berpegang teguh dan mengikuti petunjuk jalan-jalan rezeki tersebut. Sebab kebaikan, segala-galanya adalah dengan berpegang teguh terhadap apa yang disyari'atkan Allah SWT dan keburukkan, segala-galanya adalah dengan berpaling daripadanya, sebagaimana yang tertulis dalam firman-Nya :
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadaNya-lah kamu akan dikumpulkan." (Al-Anfal: 24).

(Dewi Yana)

Selasa, 31 Maret 2009

DEWI YANA blog: TAWAKAL

DEWI YANA blog: TAWAKAL

KONSEKUENSI TAUHID

Konsekuensi tauhid adalah ketawakalan kepada Allah SWT dan tidak merasa gentar terhadap siapapun, apapun kecuali gentar kepada-Nya. Jika ketauhidan seseorang sudah benar, maka ia sama sekali tidak akan merasa takut menghadapi kemiskinan, tidak terguncang oleh suatu peristiwa atau kejadian yang paling pahit sekalipun. Karena orang yang ketauhidannya sudah benar, memiliki kesadaran bahwa segenap urusannya berada ditangan Allah dan atas dasar itu seorang yang tauhidnya sudah benar hanya akan bertumpu semata-mata kepada Allah. Dan semua ini harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari, tidak cukup hanya sebatas lisan atau pemahaman tanpa penerapan dalam kehidupannya.

Dewi Yana

http://jalandakwahbersama.wordpress.com

Pengikut